Dinkes Aceh Utara Tingkatkan Capaian Imunisasi Difteri untuk Anak
Kepala Dinas Kesehatan Aceh Utara, Amir Syarifuddin, SKM, MM
ACEH UTARA -- Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Aceh Utara terus mendorong masyarakat kabupaten itu untuk gemar membawa anaknya untuk mengikuti imunisasi Difteri. Sebagaimana diketahui, Difteri adalah penyakit menular yang dapat disebarkan melalui batuk, bersin, atau luka terbuka. Gejalanya termasuk sakit tenggorokan dan masalah pernapasan.
Kepala Dinas Kesehatan Aceh Utara, Amir Syarifuddin, SKM, MM melalui Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), dr. Ferianto mengatakan seperti data dari Dinas Kesehatan Aceh pada 2021 terdapat sebanyak 17 kasus suspek difteri. Di antaranya 1 kasus positif di Kabupaten Aceh Timur, sedangkan pada 2022 tercatat 30 kasus suspek difteri, dan 4 kasus di antaranya positif yang tersebar masing-masing satu kasus di Pidie, Lhokseumawe, Aceh Utara dan Aceh Tenggara.
"Capaian imunisasi DPT di Aceh Utara Tahun 2022 adalah sebanyak 38.4%, hal ini berarti masih ada sebanyak 72% anak yang tidak mendapatkan imunisasi Difteri," kata dr. Ferianto, Jum'at (01/03/2024).
Disampaikan dr. Ferianto, beberapa faktor yang menyebabkan lambannya capaian imunisasi Difteri antara lain adanya penolakan dari orang tua dan kurangnya tingkat pemahaman sehingga tidak mengizinkan anaknya untuk di imunisasi. Selain itu, ada dampak KIPI yang ditimbulkan paska imunisasi membuat orang tua si anak menjadi cemas, meskipun hanya mengalami demam biasa.
"Penyebab utama Difteri adalah infeksi bakteri Corynebacterium diphteriae yang menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan serta dapat memengaruhi kulit. Beberapa negara di Timur Tengah telah melaporkan kasus infeksi," ujarnya lagi.
Lebih lanjut ia menyampaikan, selain penularan, difteri juga bisa terjadi melalui air liur seseorang. Bahkan jika orang yang terinfeksi tidak menunjukkan tanda atau gejala difteri, mereka masih dapat menularkan bakteri hingga enam minggu setelah infeksi awal. Risiko penularan difteri meningkat pada orang-orang yang belum mendapatkan vaksinasi.
Faktor lain yang dapat meningkatkan risiko penularan difteri yaitu berkunjung ke daerah dengan cakupan imunisasi difteri yang rendah, sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti penderita HIV/AIDS, gaya hidup yang tidak sehat, lingkungan dengan kebersihan dan sanitasi yang buruk, Anak-anak di bawah usia 5 tahun dan orang tua di atas usia 60 tahun, tinggal di pemukiman padat penduduk, bepergian ke daerah yang tinggi kasus difteri.
Pemetaan risiko merupakan upaya deteksi dini penyakit infeksi emerging dan dapat menjadi panduan bagi setiap daerah dalam melihat situasi dan kondisi penyakit infeksi emerging sehingga dapat mengoptimalkan penyelenggaraan penanggulangan kejadian penyakit infeksi emerging yang difokuskan pada upaya penanggulangan beberapa parameter resiko utama yang dinilai secara objektif dan terukur.
Hasil penilaian pemetaan resiko dapat dijadikan perencanaan pengembangan program pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi emerging khususunya Difteri di Kabupaten Aceh Utara.(ADV)