Adventorial
Kesehatan
RSU Cut Meutia
RSU Cut Meutia Dianugerahi Rumah Sakit Terbaik Pelayanan Viral Load di Aceh
— ikhtiar senyap yang membuahkan pengakuan publik
| dr. Syarifah Rohaya, Sp.M Direktur RSU Cut Meutia |
ACEH UTARA - Di tengah hiruk-pikuk agenda pelayanan kesehatan di Aceh, sebuah kabar baik datang dari Rumah Sakit Umum Cut Meutia (RSUCM) Aceh Utara. Dinas Kesehatan Provinsi Aceh menetapkan rumah sakit pelat merah itu sebagai fasilitas kesehatan terbaik dalam pelayanan viral load (VL), penghargaan tertinggi di bidang layanan HIV/AIDS yang hanya diberikan kepada satu institusi pada tahun ini.
Penghargaan tersebut diterima mewakili RSUCM oleh Nazariah, petugas Recording and Reporting poli VCT/CST, namun sorotan publik tertuju pada satu sosok yang sejak awal mendorong rumah sakit ini bergerak dalam visi pelayanan yang lebih manusiawi: dr. Syarifah Rohaya, Sp.M, Direktur RSU Cut Meutia.
“Tahun lalu kita di posisi ketiga. Tahun ini tidak ada lagi peringkat, hanya yang terbaik—and Alhamdulillah, kita meraihnya. Ini menjadi bukti bahwa layanan HIV kita semakin matang dan dipercaya,” ujar Syarifah dengan nada bangga namun tetap merendah, Kamis (20/11/2025).
Bagi para penyintas HIV, pemeriksaan viral load bukan sekadar angka di lembar laporan medis. Ia adalah tolok ukur keberhasilan terapi antiretroviral, penentu stabilitas kesehatan, sekaligus pegangan mental untuk tetap melanjutkan hidup.
Di RSU Cut Meutia, layanan itu dikerjakan bukan oleh mesin semata, melainkan oleh tim kecil yang berdisiplin tinggi: dr Mawaddah Fitria, Sp.PD., FINASIM; Eti Rahmawati, Am.Keb; Ida Laila, S.Kep,
Nazariah, SE.
Syarifah menyebut penghargaan ini sebagai buah dari “kerja senyap” tim HIV RSUCM. “Mereka tidak terlihat di panggung utama, tapi merekalah yang memastikan pasien mendapat hasil viral load yang akurat, cepat, dan aman. Saya sangat mengapresiasi dedikasi mereka,” ujarnya.
Dikunjungi Pasien dari 10 Kabupaten/Kota
Dalam satu hari, poli VCT/CST RSUCM melayani 5 hingga 10 pasien. Jumlah itu berasal dari rantai wilayah yang jauh lebih luas dibandingkan kebanyakan rumah sakit daerah: Aceh Utara, Lhokseumawe, Bireuen, Bener Meriah, Aceh Timur, Langsa, Aceh Tamiang, Pidie, Aceh Tengah, hingga Banda Aceh.
Daya tarik RSUCM bukan semata karena fasilitas laboratoriumnya, tetapi karena konsistensinya memperbarui data ke dalam Sistem Informasi HIV/AIDS (SIHA) Kemenkes RI. Dalam dunia layanan HIV, ketertiban pencatatan adalah indikator keseriusan. “Transparansi data penting bagi kami. Pasien harus tahu bahwa perjalanan pengobatan mereka dipantau dengan sistem yang akurat dan terpercaya,” kata Syarifah.
Di banyak tempat, pasien HIV/AIDS masih sering merasa asing di ruang publik, bahkan di fasilitas kesehatan. Namun RSU Cut Meutia membawa pendekatan berbeda: edukasi yang intim, tidak menggurui, dan dilakukan secara rutin kepada keluarga pasien maupun masyarakat yang datang berobat.
“Jauhi penyakitnya, bukan orangnya. Edukasi kami selalu mengarah ke sana. Masyarakat perlu memahami bahwa HIV bukan kutukan, bukan aib, dan tidak menular lewat interaksi sosial biasa,” ucap Syarifah menegaskan.
Lebih dari Penghargaan, Ini adalah Tanggung Jawab
Penghargaan dari Dinas Kesehatan Aceh ini memang menempatkan RSUCM satu langkah di depan institusi lain. Tetapi bagi Syarifah Rohaya, justru ini menjadi alarm lembut bahwa ekspektasi masyarakat, terutama penyintas HIV, sedang meningkat.
“Ini bukan garis akhir. Ini adalah komitmen baru. Kami ingin layanan HIV di RSU Cut Meutia menjadi rujukan, bukan hanya di Aceh, tapi juga di Sumatera,” tuturnya.
Dengan pendekatan pelayanan berbasis empati, ketepatan medis, serta edukasi yang kuat, RSU Cut Meutia tampaknya sedang menapaki gaya baru rumah sakit daerah: profesional tanpa kehilangan sentuhan kemanusiaan.
Dan hari ini, pengakuan itu datang dari lembaga yang berwenang. Sisanya, dari masyarakat yang merasakan manfaatnya. [Adv]
Via
Adventorial
